Ruud Gullit: Peran Ganda dan Pionir Manajer Asing yang Mengubah Chelsea dan Liga Inggris
Lalu datanglah Ruud Gullit, pria Belanda dengan dreadlock ikonik, mantan kapten timnas Belanda, dan pemenang Ballon d’Or 1987. Dia bukan hanya pemain dia adalah revolusi berjalan.
Dua tahun kemudian, dia mencatat sejarah sebagai manajer asing pertama yang memenangkan Piala FA, sekaligus menjalani peran ganda sebagai pemain-pelatih.
Ini bukan sekadar kisah sukses; ini adalah cerita tentang bagaimana seorang “Tulip Hitam” mengubah wajah Chelsea dan Liga Inggris selamanya. Penasaran? Yuk, kita telusuri perjalanan epik ini!
Dari Pemain Bintang ke Pelatih Visioner
Pada musim panas 1995, Chelsea bukanlah raksasa seperti sekarang. Mereka klub medioker, sering puas dengan finis di papan tengah. Gullit, yang baru saja meninggalkan Sampdoria, tiba dengan status bebas transfer.
Dengan pengalaman gemilang di AC Milan tiga gelar Serie A dan dua Liga Champions, ia seperti alien di antara pemain Inggris yang lebih mengandalkan fisik ketimbang teknik.
“Liga Inggris? Medioker,” katanya dalam wawancara dengan BBC, frontal namun jujur, seperti gaya Gullit yang tak pernah basa-basi.
Di lapangan, Gullit adalah maestro. Sebagai gelandang serang, ia mengatur tempo dengan visi luar biasa.
Musim 1995-1996, ia membawa Chelsea ke semifinal Piala FA, mencetak 5 gol dalam 50 penampilan. Tapi cerita sebenarnya dimulai pada Mei 1996, ketika Glenn Hoddle pergi melatih timnas Inggris.
Chelsea, dengan keberanian yang nyaris gila, menunjuk Gullit sebagai player-manager di usia 34 tahun.
Bayangkan: pagi melatih tim, sore ikut latihan, malam menyusun taktik. Ini bukan pekerjaan biasa, ini adalah misi untuk mengubah sejarah.
Gullit bukan hanya pelatih. Ia membawa “sexy football” ke Stamford Bridge, gaya bermain atraktif yang terinspirasi dari Total Football Belanda.
Dengan formasi fleksibel seperti 4-3-3, ia membuat Chelsea bermain dengan ritme yang tak pernah terlihat sebelumnya di Liga Inggris.
Tapi yang membuatnya benar-benar spesial adalah keberaniannya merekrut bintang Eropa: Gianluca Vialli, Roberto Di Matteo, Frank Leboeuf, dan Gianfranco Zola.
Pemain-pemain ini bukan sekadar nama besar; mereka adalah fondasi bagi Chelsea modern. “Kami ingin bermain cantik, tapi menang,” ujar Gullit, dan itulah yang ia lakukan.
Piala FA 1997 dan Pionir Manajer Asing di Liga Inggris
Puncak kejayaan Gullit tiba pada 17 Mei 1997. Di Wembley, Chelsea menghadapi Middlesbrough di final Piala FA.
Hanya 43 detik setelah kick-off, Di Matteo mencetak gol, diikuti gol Zola di babak kedua. Skor akhir: 2-0.
Chelsea juara, trofi pertama mereka dalam 26 tahun. Gullit, dengan jaket biru dan senyum lebar, mengangkat trofi sebagai manajer asing pertama yang memenangkan Piala FA.
Bukan cuma itu ia juga menjadi manajer kulit hitam pertama yang meraih trofi besar di Inggris, sebuah pencapaian monumental di era 1990-an, ketika rasisme masih menghantui tribun sepak bola.
Sebagai pionir, Gullit membuka pintu bagi manajer asing lain. Sebelumnya, Liga Inggris adalah wilayah pelatih lokal seperti Alex Ferguson atau Kenny Dalglish. Gullit membuktikan bahwa pelatih asing bisa sukses, bahkan di bawah tekanan besar.
Ia mendatangkan pemain top Eropa, membuat Liga Inggris lebih menarik, dan mengubah persepsi bahwa Serie A adalah tujuan utama bintang dunia.
Arsène Wenger, yang datang ke Arsenal pada 1996, dan Gianluca Vialli, penerus Gullit di Chelsea, adalah bukti bagaimana Gullit membuka era globalisasi di sepak bola Inggris.
Tapi, menjadi pionir tidak mudah. Sebagai pelatih kulit hitam, Gullit pasti menghadapi stereotip dan tekanan tak terucapkan, meskipun sumber resmi tidak mencatat insiden rasisme spesifik terhadapnya.
Di lapangan, ia harus menyeimbangkan peran ganda: melatih tim sambil sesekali bermain. Di musim 1996-1997, penampilannya sebagai pemain menurun, ia lebih sering di pinggir lapangan, berteriak instruksi, ketimbang mengontrol bola.
Namun, karismanya membuat tim percaya. “Gullit adalah pemimpin sejati,” kata Zola dalam wawancara Sky Sports, “dia tahu bagaimana membuat kami bermimpi besar.”
Kontroversi dan Warisan Abadi Ruud Gullit
Sayangnya, kisah Gullit di Chelsea tidak berakhir manis. Pada Februari 1998, saat Chelsea berada di posisi kedua Liga Premier dan semifinal Piala Liga, Gullit dipecat.
Alasannya? Konflik dengan manajemen, terutama soal negosiasi kontrak. “Seseorang mengkhianati saya,” katanya, tanpa menyebut nama.
Pemecatan ini menyisakan luka, tetapi Gullit tetap bangga. “Saya membawa Chelsea ke level baru,” ujarnya, dan itu bukan bualan.
Warisan Gullit tak terbantahkan. Pemain yang ia rekrut Zola, Vialli, Di Matteo menjadi tulang punggung Chelsea hingga era Roman Abramovich pada 2003.
Gaya bermain atraktifnya menginspirasi pelatih modern seperti Pep Guardiola, yang juga mengutamakan sepak bola cantik.
Gullit juga membuka jalan bagi keragaman dalam manajerial sepak bola Inggris, sebuah isu yang masih relevan di 2025.
Bahkan hingga kini, ia tetap terhubung dengan Chelsea, sering menjadi analis di Sky Sports dan mendukung talenta seperti Patrick Kluivert, yang kini melatih Timnas Indonesia.
Jadi, apa pelajaran dari kisah ini? Gullit mengajarkan bahwa keberanian, visi, dan kerja keras bisa mengubah sejarah, bahkan di tengah tekanan dan pengkhianatan. Bagi penggemar sepak bola, ini saatnya menyelami kembali momen-momen epik Gullit.
Kesimpulan
Ruud Gullit bukan sekadar nama di buku sejarah sepak bola. Ia adalah pelopor yang, dengan dreadlock dan visi revolusioner, mengubah Chelsea dari klub biasa menjadi kekuatan Eropa.
Dari Piala FA 1997 hingga warisannya di Liga Inggris, Gullit adalah bukti bahwa mimpi besar bisa mengguncang dunia, meski di tengah badai kontroversi.
Bagaimana menurutmu peran Gullit sebagai pionir? Tulis pendapatmu di kolom komentar atau bagikan artikel ini ke teman-temanmu yang fanatik Chelsea!
Questions & Answers
1. Apa prestasi terbesar Ruud Gullit di Chelsea?
Gullit memenangkan Piala FA 1997 sebagai player-manager, trofi pertama Chelsea dalam 26 tahun. Ia juga menjadi manajer asing dan kulit hitam pertama yang meraih trofi besar di Inggris, sebuah sejarah yang tak bisa diremehkan.
2. Mengapa Ruud Gullit dipecat dari Chelsea?
Gullit dipecat pada Februari 1998 karena konflik dengan manajemen, terutama soal negosiasi kontrak. Meski timnya tampil apik posisi kedua di Liga Premier keputusan ini tetap kontroversial. Gullit menyebutnya pengkhianatan, tapi ia tak pernah menyerah.
3. Bagaimana Gullit menyeimbangkan peran sebagai pemain dan pelatih?
Di musim 1996-1997, Gullit lebih fokus melatih ketimbang bermain karena usianya (34 tahun) dan tanggung jawab taktik. Ia menggunakan pengalaman sebagai pemain top untuk menginspirasi tim, seperti merekrut Zola dan menerapkan gaya “sexy football.”
4. Apa hubungan Ruud Gullit dengan Indonesia?
Gullit memiliki darah Maluku dari ayahnya, George Gullit. Ia pernah mengunjungi Ambon pada 2015 dan bermain melawan Persib pada 1987 bersama PSV Eindhoven. Pada 2019, PSSI sempat mempertimbangkan Gullit sebagai pelatih Timnas Indonesia, tapi rencana ini gagal.
5. Bagaimana warisan Gullit di Liga Inggris?
Gullit membuka era manajer asing dengan Piala FA 1997 dan merekrut bintang Eropa seperti Zola dan Vialli. Ia membuat Liga Inggris lebih global dan menginspirasi pelatih seperti Wenger dan Guardiola. Hingga 2025, ia tetap ikon keragaman di sepak bola.
