Kisah Tijjani Reijnders: Dari Pegawai Supermarket ke Gelandang Baru Manchester City
Pagi Anda dihabiskan mengisi rak-rak di Aldi, malam Anda berlatih di lapangan berlumpur, dan hati Anda dipenuhi keraguan: akankah kerja keras ini membuahkan hasil?
Ini bukan sekadar imajinasi, ini adalah kisah nyata Tijjani Reijnders, gelandang berbakat yang akan bersinar bersama Manchester City dengan gaji fantastis Rp 110 miliar per musim.
Berawal dari kehidupan sederhana di Belanda, memiliki darah Indonesia dari ibunya, dan pernah menjadi incaran naturalisasi Timnas Indonesia, perjalanan Tijjani adalah bukti bahwa sepak bola adalah panggung keajaiban bagi mereka yang tak menyerah.
Namun, bagaimana seorang pegawai supermarket bisa mencapai puncak sepak bola Eropa? Mari kita telusuri kisahnya.
Tantangan di Awal Karier Tijjani Reijnders
Sepak bola adalah dunia yang kejam. Ribuan anak muda berbakat berlomba menembus akademi elit, tetapi hanya sedikit yang berhasil.
Di Belanda, salah satu negara dengan tradisi sepak bola terbaik, persaingan di level junior sangat ketat. Tijjani Reijnders, lahir pada 29 Juli 1998 di Zwolle, bukanlah pengecualian.
Meski memiliki ayah seorang mantan pesepakbola, Martin Reijnders, dan ibu keturunan Maluku, Angelina Lekatompessy, Tijjani harus membuktikan diri di akademi AZ Alkmaar, salah satu lumbung talenta Belanda.
Namun, di usia 19 tahun, ia bukanlah bintang instan seperti Frenkie de Jong atau Matthijs de Ligt.
Ia harus bekerja paruh waktu di supermarket Aldi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, sebuah keputusan yang diambil orang tuanya untuk mengajarkan nilai kerja keras dan disiplin finansial.
Bayangkan tekanannya: setelah seharian bekerja, Tijjani masih harus berlatih hingga larut malam, menghadapi pelatih yang skeptis dan saingan yang lebih menonjol.
Bahkan ketika ia debut untuk tim utama AZ pada 2017, menit bermainnya terbatas, dan ia dipinjamkan ke RKC Waalwijk pada 2018, klub yang berjuang di divisi dua Belanda. Apakah mimpinya akan kandas di tengah jalan, seperti banyak pemain muda lainnya?
Perjuangan yang Mengguncang Jiwa
Bekerja di supermarket bukanlah sekadar pekerjaan sampingan itu adalah pengingat betapa rapuhnya mimpi sepak bola.
Setiap shift di Aldi, mengisi rak atau membantu pelanggan, adalah momen di mana Tijjani bisa saja menyerah. “Apa gunanya semua ini?” mungkin pernah terlintas di pikirannya.
Ia bukanlah anak ajaib yang langsung dilirik klub besar seperti Ajax atau PSV. Di RKC Waalwijk, ia hanya mencetak satu gol dalam 16 laga, angka yang jauh dari impresif.
Cedera kecil dan kurangnya kepercayaan dari pelatih membuatnya terpuruk. Bahkan, ketika kembali ke AZ Alkmaar, ia harus bersaing dengan gelandang-gelandang muda lain yang lebih diunggulkan.
Namun, ada satu hal yang membuat Tijjani berbeda: mental baja yang diwarisi dari keluarganya.
Ayahnya, Martin, pernah bermain di level profesional dan mengajarkannya untuk tidak pernah menyerah. Ibunya, Angelina, membawa semangat Maluku yang penuh kebanggaan dan ketangguhan.
Ditambah lagi, adiknya, Eliano Reijnders, yang kini bermain untuk Timnas Indonesia, menjadi pengingat bahwa keluarga ini punya DNA sepak bola yang istimewa. Tapi, akankah itu cukup untuk membawanya ke panggung besar?
Kerja Keras dan Bakat yang Bersinar
Pada 2020, titik balik terjadi. Tijjani mulai menunjukkan potensinya di AZ Alkmaar. Dengan gaya bermain sebagai gelandang box-to-box, ia menggabungkan visi passing ala Xavi dengan stamina dan kemampuan menyerang yang mematikan.
Pada musim 2022/23, ia mencatatkan 7 gol dan 12 assist, menarik perhatian klub-klub Eropa. AC Milan, raksasa Italia, mengontraknya pada 2023 dengan biaya 20 juta euro.
Di Serie A, Tijjani seperti ikan yang menemukan airnya. Ia mencetak 15 gol dalam 54 laga dan dinobatkan sebagai Gelandang Terbaik Serie A 2024/25, sebuah prestasi luar biasa untuk pemain yang baru dua tahun bermain di liga top.
Kesuksesan di Milan membuka pintu ke Manchester City, yang merekrutnya pada musim panas 2025 dengan biaya transfer 46,5 juta pound (sekitar Rp 950 miliar).
Di bawah asuhan Pep Guardiola, Tijjani diplot sebagai penerus Kevin De Bruyne dan pengurang ketergantungan pada Rodri.
Dengan gaji antara 5–8 juta euro per musim (setara Rp 80–110 miliar), ia kini menjadi salah satu gelandang termahal di dunia.
Debutnya di Piala Dunia Antarklub 2025 dengan nomor punggung 4 menjadi simbol kebangkitannya. Tijjani bukan lagi pegawai supermarket, ia adalah bintang yang bersinar di panggung terbesar sepak bola.
Koneksi dengan Indonesia: Identitas Multikultural
Kisah Tijjani tak lepas dari akar Indonesianya. Ibunya, Angelina Lekatompessy, adalah keturunan Maluku yang membawa budaya Indonesia ke dalam keluarga Reijnders.
Tijjani pernah berbagi cerita tentang kecintaannya pada nasi goreng, hidangan yang selalu mengingatkannya pada ibunya.
Pada 2022, pelatih Timnas Indonesia, Shin Tae-yong, menargetkannya untuk dinaturalisasi, mengingat performanya yang menjanjikan di AZ Alkmaar.
Namun, Tijjani memilih setia pada Timnas Belanda, di mana ia telah mencatatkan 23 caps dan 4 gol hingga 2025.
Keputusan ini kontras dengan adiknya, Eliano Reijnders, yang menerima naturalisasi dan kini memperkuat Timnas Indonesia.
Dinamika kakak-adik ini mengingatkan kita pada Boateng bersaudara, Jerome memilih Jerman, sementara Kevin-Prince bermain untuk Ghana.
Meski menolak naturalisasi, Tijjani tetap bangga akan darah Malukunya, sering menyebutkan bahwa Indonesia adalah bagian dari identitasnya.
“Saya mungkin bermain untuk Belanda, tapi hati saya selalu punya tempat untuk Indonesia,” katanya dalam wawancara dengan Voetbal International.
Peran di Manchester City: Gelandang Modern
Di Manchester City, Tijjani bukan sekadar pemain pelengkap. Sebagai gelandang box-to-box, ia membawa energi, akurasi passing (91% di Serie A), dan kemampuan mencetak gol dari jarak jauh.
Filosofi Pep Guardiola yang menuntut penguasaan bola dan pressing tinggi sangat cocok dengan gaya bermainnya.
“Tijjani adalah pemain yang lengkap, ia bisa bertahan, menciptakan peluang, dan menyelesaikan serangan,” kata Guardiola dalam konferensi pers pasca-transfer.
Tijjani juga mengurangi ketergantungan City pada Rodri, yang kerap menjadi satu-satunya pilar di lini tengah.
Dengan fleksibilitasnya, ia bisa bermain sebagai gelandang bertahan atau menyerang, memberikan keseimbangan yang dibutuhkan untuk meraih trofi seperti Liga Inggris dan Liga Champions. Di usia 27 tahun, Tijjani berada di puncak kariernya, siap menorehkan sejarah baru.
Warisan dan Inspirasi Tijjani Reijnders
Kisah Tijjani Reijnders adalah cerminan bahwa mimpi besar bisa dicapai dengan kerja keras, bahkan dari awal yang sederhana.
Dari rak-rak supermarket di Zwolle hingga sorotan lampu Stadion Etihad, ia membuktikan bahwa talenta dan determinasi bisa mengubah nasib.
Bagi komunitas keturunan Indonesia di Eropa, Tijjani adalah simbol kebanggaan, menjembatani budaya melalui sepak bola.
Bagi pemain muda di Belanda, ia adalah pengingat bahwa akademi sepak bola bukanlah akhir, melainkan awal dari perjuangan.
Ke depan, Tijjani berpeluang meraih trofi Liga Inggris, Liga Champions, dan mempertahankan tempatnya di Timnas Belanda.
Kisahnya menginspirasi jutaan penggemar, termasuk di Indonesia, untuk percaya bahwa tak ada mimpi yang terlalu besar.
Seperti yang pernah ia katakan, “Jika saya bisa melakukannya, siapa pun bisa.” Mari kita nantikan babak berikutnya dari perjalanan luar biasa ini.
Fakta Menarik tentang Tijjani Reijnders
1. Idola: Lionel Messi, yang menginspirasinya untuk mengasah visi passing.2. Hobi: Bermain padel dan mendengarkan musik Drake.
3. Statistik Karier: 19 gol dan 9 assist dalam 104 laga di AC Milan; 23 caps dan 4 gol untuk Belanda.
4. Penghargaan: Gelandang Terbaik Serie A 2024/25.
5. Budaya Indonesia: Sering memasak nasi goreng bersama ibunya di waktu luang.
Questions & Answers
1. Mengapa Tijjani Reijnders menolak naturalisasi Timnas Indonesia?
Tijjani memilih setia pada Timnas Belanda karena telah debut pada 2020 dan merasa memiliki ikatan kuat dengan negara kelahirannya. Meski Shin Tae-yong mengincarnya pada 2022, ia ingin mengejar karier internasional dengan Oranje, di mana ia kini memiliki 23 caps.
2. Berapa gaji Tijjani Reijnders di Manchester City?
Gaji Tijjani diperkirakan antara 5–8 juta euro per musim (Rp 80–110 miliar), menjadikannya salah satu gelandang dengan bayaran tertinggi di Premier League.
3. Bagaimana perjalanan karier Tijjani dari supermarket ke Man City?
Tijjani memulai di akademi AZ Alkmaar, bekerja di Aldi untuk kebutuhan finansial, dipinjamkan ke RKC Waalwijk, bersinar di AZ (2020–2023), sukses besar di AC Milan (2023–2025), dan akhirnya direkrut Man City pada 2025 dengan biaya 46,5 juta pound.
4. Apa hubungan Tijjani Reijnders dengan Indonesia?
Ibunya, Angelina Lekatompessy, adalah keturunan Maluku. Tijjani bangga akan akar Indonesianya, sering menikmati nasi goreng, dan adiknya, Eliano, bermain untuk Timnas Indonesia.
5. Apa peran Tijjani di Manchester City?
Sebagai gelandang box-to-box, Tijjani mengisi peran serba bisa, membantu pertahanan dan serangan, serta mengurangi ketergantungan pada Rodri. Ia diplot sebagai pilar masa depan di lini tengah City.
